”Kita kaya reunian ya.” kata David ketika aku, Kafka dan David makan malam bersama.
”Sayang Nova nggak bisa ikut, kalau nggak kan kita bisa party lagi.” sambung Kafka.
”Sudah berapa lama ya, kita nggak ketemu?” tanya David kepadaku
”Kurang lebih dua tahun.”
”tapi kayanya kalian sudah cukup lama nggak ketemu?” tanya Kafka, ”Buktinya pernikahan David aja Nat, nggak di undang.”
”Semenjak terakhir bertemu kami sudah lost contact.” balasku.
”Kamu nggak jauh berbeda ya dengan yang dulu. Bahkan lebih cantik.”
Aku hanya tersenyum mendengar perkataan David dan aku juga sedikit was-was bagaimana jika David membahas tentang pekerjaanku dulu.
”Kenapa kamu naksir ya sama cewe aku?? tapi aku nggak bakal nyerahin ke kamu lho.” kata Kafka seraya meragkulku dan tersenyum.
”ya, nggak mungkinlah, masa aku yang baru nikah ini mau ngerebut pacar teman.”
”Bicara terus nich kita kapan makannya?? ntar makanannya sudah nggak enak di makan, kalau sudah dingin.” kataku mengalihkan pembicaraan.
”Bener juga, ayo kita makan.” sambung Kafka.
Kami bertiga makan sambil sedikit berbicara tentang masa kecil Kafka dan david dan selesai makan kami mulai meminum beberapa gelas anggur.
”Vid, kamu banyak banget minumnya.” kata Kafka
”Nggak apa-apa kan sekali-sekali. Kayanya nggak asik dech kita party kalo nggak sampai sedikit mabuk. Ya, kan Nat? Bukannya kamu biasa minum Nat?”
”Huh,,, nggak juga. Sekarang aku sudah mulai jarang.”
”Kenapa kamu takut ya di marahin sama Kafka kalau kamu banyak minum?”
”Nggak koq.”
”Iya, Masa aku ngelarang Nat minum. Bener kan sayang?”
”Memang kamu sudah nggak minum-minum bareng om-om itu?”
”Kayanya kamu sudah mulai mabuk dech Vid, ngomonganmu sudah mulai ngaco.” kata Kafka, ”sejak kapan Nat minum bareng om-om?” Kafka melirik kearahku.
Duch apa-apaan sich David ini, jangan sampai dia ngebahas masa lalu aku. Dan aku pun mulai was-was dengan segala ucapan yang akan di ucapkan David.
”Sebaiknya kita ajak David pulang aja gimana? Kayanya dia sudah mulai mabuk dech.” kataku ke Kafka.
”aku nggak mabuk koq, aku baik-baik aja.”kata David dengan kesadarannya yang tinggal setengah. ”Masa kamu lupa sich Nat?”
”Kaf,,,sebaiknya kita bawa dia pulang yuk.” Usulku lagi.
Kafka pun memanggil pelayan untuk meminta bill dan membayarnya.
”Ayolah kita baru minum sedikit masa sudah mau pulang?”
Kafka pun memapah David menuju mobil Kafka.
”Kaf,,,masa kamu nggak tahu sich, apa kerjaan pacarmu ini?” kata David ketika Kafka berusaha memasukkan David ke bangku belakang.
”ya, tahulah.”
”Yakin kamu tahu tentang pekerjaannya. Apa kamu nggak sedang di bohongi sama kata-kata manisnya.”
Vid, please jangan ngebahas hal itu.Aku hanya dapat memohon dalam hati.
”Maksud kamu apa sich Vid.?”
”Kamu pasti sudah di bohonginya, kamu pasti nggak tahukan kerjaan dia yang sebenarnya. Nat, kamu pasti nggak jujur kan sama Kafka tentang kerjaan kamu yang sebenarnya. Sama kaya dulu kamu sudah ngebohongi aku sampai aku ngeliat sendiri kamu sedang bermesraan dengan om-om.”
Habislah aku, Kafka pasti kecewa banget sama aku.
”Kafka, kamu tahu nggak cewe yang selama ini kamu pacari adalah seorang pelacur.”
”Apa-apaan sich Vid? kamu mabuk ya.” kata Kafka.
”Kaf, masa kamu nggak percaya sama aku, aku kan teman kamu dari kecil sedangkan dia,,,,dia Cuma orang yang baru kamu kenal, dan dia Cuma penipu. Dia ngedeketin om-om untuk ngedapatin hartanya, kamu jangan percaya dengan wajah manisnya.”
Kafka melihat ke arahku dan aku mulai menangis. ”Kaf,,,nggak kaya gitu koq. Aku bisa ngejelasinnya.”
”Masuk, nggak enak diliat banyak orang.” kata Kafka dengan suara yang begitu dingin dan membuat aku semakin merasa bersalah sama dia kenapa aku nggak jujur aja tentang pekerjaanku dulu.
Kafka mendudukkan David di kursi belakang dan dia masuk ke kursi kemudi, aku pun masuk kemobil Kafka dan duduk di sebelahnya.
”Kamu baru tahu kan Kaf, tentang cewe yang selama ini kamu pacari, dia nggak sebaik yang kamu pikirkan dan dia tidak semanis itu.......” David terus berbicara.
Dan aku hanya bisa menangis tanpa bisa berkata apapun. Ketika aku melihat Kafka, kafka hanya diam tanpa ekspresi dan terus memperhatikan jalan tanpa menoleh ke arahku.
”......Dia Cuma seorang pelacur......” sambung David sambil tertawa. ”.....Pelacur yang menipu setiap om-om dan memperdaya cowo-cowo.”
Selama beberapa menit mulai terjadi keheninggan dan David pun telah selesai mengoceh. Tapi aku tetap binggung harus berbicara apa kepada Kafka.
Kafka mengantar David terlebih dahulu. Kafka menggantar David sampai masuk ke rumah dan aku hanya menunggu di mobil. Saat Kafka kembali ke mobil Kafka kembali diam dan tidak berbicara apa-apa.
”Kaf,,,,”Kataku memecahkan keheningan dan aku menoleh ke arah Kafka, tapi Kafka tetap diam dan nggak bicara apa-apa. ”Kaf,,,aku tahu kamu marah, tapi aku nggak maksud kaya gitu.”
Kafka hanya diam dan terus memperhatikan jalanan.
”Kaf,,,bicara donk,,, aku nggak maksud bohong sama kamu.”
”aku lagi nggak mau mendengar apapun.” kata kafka tanpa melihat kearahku.
Mobil Kafka parkir tepat di depan rumahku.
”sudah sampai” kata Kafka.
”Kaf,,,bisa nggak kita bicara dulu.”
Kafka turun dari mobil dan membuka pintuku, tapi kafka tidak berbicara apapun. Aku pun turun dari mobil Kafka. Kafka segera menutup pintu dan berbalik untuk meninggalkan aku.
Aku menahan kafka dengan memeluknya dari belakang.
”Kaf,,, kumohon dengerin penjelasan aku dulu.”
Kafka berusaha melepaskan tangganku yang melingkar di pinggangnya.
”Kaf,,,kasih aku waktu 5 menit aja.”
Kafka melepaskan tangganku dan berbalik ke arahku.
”Kaf,,,,aku nggak maksud bohong dan benar yang dikatakan David,,,,aku memang pelacur tapi itu dulu Kaf,, sekarang aku sudah berhenti dari pekerjaan itu. Aku nggak maksud untuk bohong sama kamu, tapi,,,,,aku,,,,merasa waktunya belum tepat untuk cerita ke kamu....”
”Belum tepat? Kapan waktu yang tepat? Kamu tahu denger dari mulut orang lain lebih menyakitkan daripada kamu yang menggatakan sendiri. Aku nggak nyangka kamu selama ini sudah nggak jujur sama aku.”
”Sory Kaf,,,,aku tau aku salah,,,,aku dulu memang orang yang hina, apa salah kalau aku mau ngubur semua masa laluku. Aku nggak bilang,,karena aku takut kamu ninggalin aku,,aku nggak tahu apa jadinya kalau sampai kamu tau, dan aku tahu sekarang kamu marah banget dan mungkin benci sama aku. Tapi kumohon kaf,,,kamu jangan berbuat begini sama aku. Aku sayang sama kamu Kaf,,,dan aku takut untuk kehilangan lagi.”
”Sudahlah,,,aku mau pulang.”
”Kaf,,,maaf.”
Kafka masuk ke mobil dan meninggalkan aku, aku terus memperhatikan mobil kafka yang melaju meninggalkan rumahku. Setelah mobil kafka tidak terlihat lagi aku pun berjalan masuk ke rumah dan aku menemui kedua adikku Jo dan Kei berdiri di depan pintu.
”Apa itu benar kak?” tanya Jo.
”Maksudmu?”
”Yang kakak bicarain dengan Kak Kafka, tentang kerjaan kakak.??”
Aku hanya menunduk dan menggangguk.
”Kei,,,nggak nyangka kak, kakak selama ini sudah nggak jujur sama kita. Kenapa kakak nggak cerita.??”
”Maaf Kei.” kataku, ”kakak tahu, kakak salah tapi waktu itu kakak bener-bener nggak tahu harus bagaimana cara untuk mendapatkan uang setelah orangtua kita meninggal.”
”Kei,,,benci sama kakak, kei benci.” kata Kei meninggalkan aku.
”Jo,,,maafin kakak.” kataku ke Jo yang masih berdiri di depan pintu.
Jo pun pergi meninggalkan aku. Dan hanya bi Inah yang tetap di sana.
”apa aku salah ya Bi? sampai semua orang marah seperti ini sama aku.” kataku kepada Bi Inah.
”Bibi buatin minuman ya Non, supaya lebih tenang.”
”Nggak, Bi. Makasih.”
Aku pun melewati bi Inah dan masuk ke kamarku.
”kenapa nggak ada seorang pun yang mau ngertiin aku? Segitu bencinya kah mereka sama aku.”
Aku berjalan ke depan meja riasku dan mulai menghancurkan semua benda yang ada di depan meja rias, kaca meja rias pun nggak luput dari kemarahanku.
”Aku benci mereka semua,,nggak ada seorang pun yang mau ngertiin aku. Apa memang nggak ada yang sayang sama aku. Ma, Pa,, apa aku bukan kakak yang baik? Apa aku juga bukan orang yang baik?” kataku ke foto mama dan papaku di sebelah tempat tidurku.
Tanpa pikir panjang aku menghampiri pecahan kaca dan mengambil sebuah pecahan yang telihat cukup tajam bagiku.
”Ma,,,Pa,,, ijinin Nat nyusul kalian ya. Karena Nat sudah nggak berarti lagi di dunia ini. Semua orang sudah benci sama Nat.”
Aku mulai menggoreskan pecahan kaca itu di pergelanggan tangan kiriku Dan aku dapat merasakan sakitnya pecahan yang menggores kulitku, tapi aku nggak peduli, ku biarkan darah terus keluar dari luka yang sudah menganga.
”Selamat tinggal dunia......”
Perlahan-lahan keadaan sekitarku mulai terasa menjauh dan suara-suara seakan menggema dari kejauhan.
”Non Nat,,,” sepatah kata yang sempatku dengar sebelum kesadaranku benar-benar hilang.
* * *
Saat aku terbangun, aku sedang terbaring di sebuah ruangan dengan dinding berwarna putih dan bau obat disekitarku serta di tangganku terdapat jarum infus yang menancap di lengan kiriku. Tapi nggak ada seorang pun di ruangan ini. Hanya aku seorang diri yang terbaring di sini.
Disinilah aku di rumah sakit, ternyata aku masih hidup dan inilah aku hanya seorang diri tanpa seorang pun yang peduli sama aku.
Pasti mereka semua masih marah sama aku. Kenapa aku nggak mati aja?
Aku pun melirik ke arah jarum infusku dan berniat menarik jarum tersebut, tetapi sebelum aku sempat menarik jarum itu. Tangan seseorang telah menahan tanganku.
”segitu ingin pergi dari dunia ini ya?” suara seorang laki-laki yang menahan tanganku.
Aku menoleh ke arahnya. ”Mas Prad.!”
”Kenapa kamu ngelakuin hal bodoh ini sich?”
”semua orang benci sama aku,,nggak ada gunanya aku terus hidup.”balasku dan kembali menangis.
”Ada masalah apa?” mas Prad mengambil bangku dan duduk di sebelah tempat tidur.
”semua orang benci sama aku.”
”Maksudnya?”
”Mereka tahu kalau aku pernah jadi pelacur dan mereka semua marah sama aku.”
”Kamu tahu darimana mereka benci sama kamu?”
”waktu itu Kei bilang Kei benci sama aku. Buktinya aja sekarang nggak ada seorang pun yang nemani aku disini. Orang yang ku sayangi juga udah nggak peduli sama aku”
”Jangan sedih gitu donk, kan ada aku disini.” Mas Prad menghapus airmataku dengan tangannya. ”kemaren waktu aku liat kamu dibawa kesini, aku ngeliat kalau keluargamu khawatir banget sama kamu.”
”Hah,, Mas Prad, koq bisa disini? Memangnya ngapain Mas Prad kemaren?”
”Kemaren aku ngantarin anakku imunisasi.”
”O,,iya anak Mas Prad pasti sudah besar ya? Cewe atau cowo?”
”Sudah hampir 2 tahun, cowo.”
”Wah,,,,pasti anak Mas Prad cakep kaya Mas prad ya.” kataku tersenyum.
”Nah gitu donk,,ketawa dikit jadikan lebih manis.”
”Makasih Mas Prad,,,udah ngibur aku.”
Pengaruh nyaman yang kurasakan dulu kepada mas Prad ada didekatku masih dapat kurasakan kembali saat ini dan aku merasa menjadi lebih nyaman, karena ada mas prad yang menghiburku.
”Sama-sama.”
”sekarang apa kesibukkan kamu??”
”Aku buka cafe,,, ya kecil-kecilanlah. Habis aku cape kalau mesti jadi penghibur pria terus.”
”Kalau gitu sekarang gantian pria yang hibur kamu donk.”
”Ih,,,mas Prad bisa aja.”
”Tuchkan jelas banget terlihat kalau kamu lebih manis ketawa daripada bersedih.” mas Prad mengeluarkan kartu nama dari dompetnya. ”Karena aku nggak bisa hubungin kamu, nomormu sudah nggak aktif lagi, jadi kalau ada apa-apa kamu bisa hubungi nomor ini.”
”Iya, aku sudah ganti nomor. Maaf nggak kasih tahu Mas, soalnya aku nggak mau ganggu mas.”
”Iya, aku ngerti koq.” mas Prad membelai rambutku.
”Maaf ya mas.”
”Tapi sekarang sudah boleh tahu donk.”
”iya,,ntar aku hubungi mas Prad.” kataku tersenyum. ”Kafka,,,,” Aku melihat kafka yang berdiri didepan pintu.
Kafka masuk ke ruanganku dan mas Prad pun berdiri dari bangku.
”sudah ada yang nemenin ya.”
”aku mau pulang sebentar lagi.” kata Mas Prad. ”Ya,,udah Tan,,aku pulang dulu, sekarang sudah ada yang gantiin nemenin kamu.”
”Makasih mas.”
Mas Prad keluar dari ruanganku.
”Gimana sudah baikan?”Kata Kafka seraya menghampiri tempat tidurku.
”Aku nggak apa-apa koq.”
”Tadi siapa?”
”Mas Prad,,,”
”Mas Prad?? koq aku nggak pernah denger namanya ya.”
”Memang kamu harus tahu tentang semua orang yang deket sama aku?”
”Kamu kan masih pacar aku, jadi kurasa aku harus tahu.”
”Maksudnya?”
”Benerkan kamu masih pacar aku,,,kita nggak ada yang bilang putus kan?”
”Tapi kan,,,?”
”Tapi kenapa?”
”Kamu waktu itu kan marah sama aku, ku pikir kamu nggak mau bicara dan jadi pacar aku lagi.”
”malam itu aku Cuma butuh waktu untuk mencerna dan menenangkan pikiran aku, aku memang sedikit marah sama kamu karena kamu nggak berkata jujur dari awal, tapi bukan berarti aku minta putus dari kamu.” Kafka membelai kepalaku dan duduk di tepi ranjangku. ”Jadi siapa mas Prad itu?”
”Dia mantan pelangganku, tapi dia orang yang baik koq dan perhatian.”
”Jadi kamu suka sama dia?”
”ehm,,,, dulu iya, tapi sekarang udah biasa aja koq.”
”Oh,,, gitu. Nat, kenapa sich kamu ngelakuin hal bodoh gini, kalau kamu sampai benar-benar pergi gimana?”
”Sory, habis aku merasa sudah nggak ada yang mau dengerin aku dan peduli sama aku lagi, jadinya aku ngelakuin ini dech. Aku bodoh banget ya !!”
”Emank kamu bodoh.”
”tuch kan bener kamu aja bilangin aku bodoh.”
”tapi nggak tahu kenapa, aku koq selalu mikirin orang bodoh kaya kamu ya?”
”Ih,,,, ngejek .” aku membuang muka.
”jangan ngambek gitu donk.” kafka kembali memalingkan mukaku. ” inget ya,, jangan ngelakuin hal bodoh kaya gitu lagi,, bukan Cuma aku yang bakal merasa kehilangan tapi Jo, Kei dan Bi Inah juga khawatir banget sama kamu.”
”Tapi mereka kan marah banget sama aku.”
”Ya mereka Cuma marah sesaat aja, tapi sebenarnya mereka sayang banget sama kamu.”
”tapi nggak ada yang nemenin aku?”
”tadi mereka memang mau nemenin kamu tapi aku nyuruh mereka turun sekolah aja, masa kamu mau ade kamu bolos sekolah.”
”Ohh,,,gitu.”
”Tapi sekarang kan ada aku yang nemenin kamu.”
”Kamu koq baru datang,, mank dari tadi dari mana?”
”Dari cafetaria, semalaman aku sudah nungguin di sini, tapi takut ntar ketiduran kalau kamu sadar jadinya aku ke cafetaria dulu minum kopi. Tapi aku nitipin kamu ke suster koq. Sapa tau kamu sadar. Tapi nggak tahunya waktu aku balik sudah ada yang nemenin kamu.”
”Kenapa cemburu ya?”
”dikit.” Kafka tersenyum.
”Kalau gitu kamu belum istirahat donk dari tadi malam. kamu pulang aja gih. Istirahat dulu, kalau kamu sakit juga ntar siapa yang ngerawat aku.”
”Nggak apa-apa koq,,,masa gitu aja sakit.”
* * *
Setelah tiga hari di rumah sakit aku sudah diperbolehkan pulang, karena luka pada pergelangan tanganku tidak dalam mungkin kalau lebih dalam lagi aku sudah mati. Untuk ngerayain kepulanganku Kafka, Jo, Kei dan Bi Inah membuat party kecil di rumah dan aku seneng banget karena mereka dapat mengerti aku dan nggak marah lagi dengan aku.
Dan inilah aku kini seorang wanita yang dikelilingi sama orang yang di cintai, dan tentunya aku bukan seorang pelacur lagi, tapi sekarang aku mulai merintis sebuah usaha kecil-kecilanku.
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar