Aku sama sama seperti setiap orang yang seumuran dengan aku, aku masih mencari sebuah jati diri, mau jadi apa aku selanjutnya ? yang saat ini membedakan aku dengan yang lain mungkin pekerjaanku. Mau tau apa pekerjaanku?
Hari ini aku kembali menyusuri lobby hotel, masuk ke lift dan berjalan diantara lorong hotel sambil memperhatikan setiap nomor kamar yang terpasang di depan pintu. Dan aku tiba dikamar yang aku cari.
Aku mulai mengetuk pintu kamar itu, dan seorang lelaki berumur 30-an membukakan pintu buatku dengan senyumnya yang begitu lembut. Dia mengenakan pakaian yang begitu rapi, memiliki postur tubuh yang cukup tinggi serta tegap, sedikit berisi tapi tidak kegemukan dan tidak ada wangi matahari yang menempel padanya, melainkan wangi yang begitu elegan, menandakan dia bukan orang sembarangan. Dan aroma ini pula dapat membuat aku begitu mabuk kepayang ketika berada didekatnya, dan tidak ingin menjauh darinya.
“Maaf mas, lama ya?” kataku kepada pria yang berdiri di depan pintu ini,
“Nggak juga. masuk.”
Di tambah dengan suaranya yang begitu lembut dan ada sedikit unsur ketegasan dinada bicaranya, membuat hasratku semakin menggebu untuk ingin selalu bersama dengannya.
Aku memasuki kamar pria itu, kamar yang isinya sebuah tempat tidur dengan lampu tidur yang bertahta di atas meja yang berada disebelah kanan dan kiri tempat tidur, ada sebuah televisi yang jaraknya beberapa meter dari tempat tidur beserta kulkas mini disebelahnya, ada sebuah meja rias disisi kiri pintu dan sebuah sofa yang ada di sudut sebelah sebuah jendela kaca.
Aku meletakkan tasku diatas meja rias dan tanpa basa-basi aku menghampiri pria tadi yang telah menungguku di sebelah jendela kaca. Aku berdiri dihadapannya, melonggarkan dasinya, dan melepaskannya melemparkan dasi itu di sofa, aku melanjutkan membuka kancing kemejanya, kancing pertama, kancing kedua, kancing ketiga.
“Aku nggak ingin bercinta malam ini.” kata pria ini dan menahan tanganku yang tadi sedang membukakan kancing bajunya.
“ Ada apa Mas? Nggak biasanya Mas Prad seperti ini, apa aku ada membuat kesalahan atau Mas Prad sudah nggak suka bersama aku lagi?” kataku kepada pria yang ada dihadapanku ini yang bernama Indra Pradita.
Mas Prad hanya memandangi aku tanpa berkata sepatah kata pun.
”Atau lagi ada masalah di kantor?” tanyaku lagi ” Mas Prad duduk dulu dech,aku pijat. Supaya lebih enakkan.”
Aku menarik tangan Mas Prad dan membawa dia duduk di sofa. Dan aku mulai memijat pundak Mas Prad. Entah mengapa terkadang aku merasa ikut sedih jika melihat muka Mas Prad yang tampak sedih, padahal dia hanyalah pelanggan tetapku yang seharusnya aku tidak boleh memiliki perasaan lebih terhadapnya, tapi aku nggak pernah bisa menghindar dari perasaan ini, dan dia begitu berbeda dengan pelangganku-pelangganku yang lain, dia begitu baik sama aku, dan mungkin aku telah benar-benar jatuh cinta sama pria ini, walaupun aku tahu aku salah.
”Gimana mas, apa sudah lebih enakkan?”
”Tan, kamu nggak cape kerja seperti ini?”
O,,ya aku lupa memperkenalkan namaku. Aku Natania dan aku masih berumur 20 tahun.
”Maksud mas?”
”Kerja sebagai seorang penghibur seperti ini?”
”Aku kan sudah memilih pekerjaan ini, jadi aku harus menjalaninya.”
”Kamu mau berhenti dari pekerjaan ini?”
”Tentu aku mau, tapi sepertinya bukan sekarang waktunya.”
”Kenapa?”
”Mas tau kan, kalo aku sekarang menjadi tulang punggung keluargaku, dan aku nggak tau apa yang harus kulakukan saat ini selain melakukan pekerjaan ini.”
”Bagaimana jika kamu menikah denganku?”
Wow,,,perkataan yang begitu mengejutkanku dan membuat jantungku bedegup begitu kencang, sehingga membuat aku terhenti memijat Mas Prad.
Mas Prad berbalik dan meraih tanganku dan menggenggam kedua tanganku.
Oh,,,begitu hangat dan lembutnya tangan ini.
”Aku serius Tan.”
”Apa jadinya Mas, jika istri Mas Prad tau tentang hal ini, mungkin aku akan dibunuhnya.” Entah mengapa, malah kata seperti ini yang keluar dari mulutku.
”Dia pasti bisa menerimanya, aku akan menjelaskan kepadanya.”
”Kalau aku menikah dengan Mas Prad dan media tahu tentang hal ini. Mereka pasti akan menulis ’EKSMUD INDRA PRADITA MENIKAH DENGAN PELACUR’”
”Aku nggak peduli dengan anggapan media dan hal-hal semacam itu.”
Aku bangkit dari sofa itu, melepaskan genggaman tangan mas Prad dan berdiri di sisi jendela.
”Tapi aku peduli mas, aku nggak bisa mengabaikan perkataan orang-orang disekitar nantinya, dan aku nggak sanggup menerima caci-maki itu, ditambah lagi aku nggak sanggup jika kedua adikku mengetahui pekerjaanku dan mereka menjadi benci sama aku”
Mas Prad menghampiri aku dan memelukku dari belakang, oh,,pelukan yang sangat menghangatkanku.
”Aku akan membuat adik-adikmu mengerti, aku akan membantu kamu menjelaskan kepada mereka.”
Aku berbalik menghadap Mas Prad.
”Gimana caranya Mas? Mas,, mau bilang kalau kita ketemu di pub, atau ketemu dihotel, atau gimana?”
Mas Prad terus menatapku dan terlihat binggung dengan pertanyaanku-pertanyaanku itu.
”Lebih baik kita seperti ini saja Mas, dan jika terjadi sesuatu dengan kita. Cukup kita yang menanggungnya. Orang sekitar kita nggak perlu diterlibatkan dan mereka nggak perlu menderita karena kita.”
* * *
”Hai,,,”
Aku menoleh kearah suara itu berasal, dan aku mendapatkan seorang pria yang sedang berdiri di sebelah mejaku ketika aku sedang bergumul dengan laptopku sambil makan di sebuah resto. Aku terus memandangi orang itu, dan ku rasa aku pernah mengenalnya.
”Natania kan?”
”Iya.” Balasku seraya terus memandang pria itu. ”Kamu,,,,David ya?”
”Yep,,bener banget. Jangan-jangan sudah lupa ya sama aku?”
”Not,,really. Duduk,, vid. Masa mau berdiri terus.”
David duduk dibangku kosong yang ada dihadapanku.
”Mau makan apa,, vid? Apa perlu ku panggilkan waitersnya?”
”Nggak perlu, aku bisa manggil sendiri koq.”
David mengangkat tanggannya dan memanggil waiters untuk memesan makanan.
”Wah, lagi sibuk banget nich.” Kata David setelah dia memesan makanan pada waiters.
”Sibuk? Nggak juga tuch.”
”Habis serius banget ngeliatin laptop nya.”
”Nggak juga ah, biasa aja kale. Tapi lumayan serius juga sich, soalnya deadline nya besok sich.”
”wah,, masih tetap Nat yang sama ya?”
”Maksudnya?”
”Nat yang selalu mengerjakan tugas, hanya jika deadline telah tiba.”
”kan memang sudah sewajarnya seperti itu, kalau nggak biasanya nggak ada ide yang muncul sich. Kamu sendiri gitu kan? Masih tetap atau sudah berubah? Atau jangan-jangan kamu dah berubah jadi Mr.Kutu Buku?” sindirku.
”Ya, nggaklah.” balas David ”Btw, apa kabar nich? kan dah lama kita nggak ketemu”
”Seperti yang dapat dilihat sekarang, baik-baik aja dan nggak banyak berubah, paling yang berubah cuma tambah cantik.”
”Wuih busyet, makin narsis aja.”
”Tapi bener kan?”
”ya, nggak bisa di pungkiri juga sich, kamu memang lebih menarik di bandingkan waktu SMP dulu, dulu kamu culun banget.”
”Maksudnya? Sembarangan nich. Kamu sendiri gimana? Kayanya baik-baik aja nich.”
”Yep, dan tentunya tambah ganteng.”
”Wuih, gantian nich narsisnya.”
”Habis kamu duluan sich yang mulai.”
”Ye, tetep ya, David yang selalu ingin tampil perfect.”
”Udah dech ubah topik aja, daripada ntar di hari pertama kita bertemu, dimulai dengan percekcokan kembali.”David selalu aja mengalah, nggak pernah berubah dari dulu. ”Btw, sekarang kamu kuliah atau sudah kerja?”
”Dua-duanya.”
”Kuliah dimana dan kerja dimana?”
”Kuliah di Kampus D dan kerja di sebuah tempat yang dapat dikatakan seperti cafe gitu dech. kamu?”
”Aku kuliah di Australia.”
”Wow, jadi bule donk sekarang? tapi masih lancar juga ya bahasa indonesia kamu.”
”Permisi, pesanannya nasi uduk dan orange jus.” kata waiters yang membawa pesanan David.
”Ya, makasih” Balas David.
”Masih selera Indo juga ya?”
”Kan di sana nggak ada tuh makanan seperti ini. Jarang banget ada yang jual.”
”kalo gitu sekarang kamu lagi liburan ya?”
”Dapat dikatakan begitu.”
”ya, udah. selesai aja dulu makanan kamu, daripada ntar keselek.”
”Halah, bilang aja kamu lagi mau serius ngerjain deadlinemu itu kan?”
”tau aj.”
”Ya, taulah. Apa sich yang David ga tau dari seorang Nat.”
”Banyak hal.”
”Maksudnya?”
”Nggak, lanjutin aja makannya, aku juga mau ngelanjutin tugasku nich supaya cepet kelarnya.”
David hanya diam dan melanjutkan makannya, begitu juga dengan aku. Aku langsung mengalihkan pandangankku kembali ke laptop yang sedari tadi sudah menuntutku untuk segera menyelesaikan tugasku. David yang sudah selesai makan pun masih tetap diam dan membiarkan aku bergummul dengan laptop ku sampai tugasku selesai.
”Ugh,,,akhirnya selesai juga.”
”Kamu masih ada kuliah habis ini?”
”Nggak. Kenapa?”
”Bisa donk temenin aku jalan-jalan.”
”Boleh juga, lagian aku juga mau nyari buku nich, jadi kamu nemenin aku dulu. Baru dech habis itu terserah kamu mau kemana. Gimana?”
”Ok, daripada aku keliling sendiri nggak ada temen.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar