Minggu, 18 Maret 2012

Nat's Story (Part-6)

”Kita kaya reunian ya.” kata David ketika aku, Kafka dan David makan malam bersama.
”Sayang Nova nggak bisa ikut, kalau nggak kan kita bisa party lagi.” sambung Kafka.
”Sudah berapa lama ya, kita nggak ketemu?” tanya David kepadaku
”Kurang lebih dua tahun.”
”tapi kayanya kalian sudah cukup lama nggak ketemu?” tanya Kafka, ”Buktinya pernikahan David aja Nat, nggak di undang.”
”Semenjak terakhir bertemu kami sudah lost contact.” balasku.
”Kamu nggak jauh berbeda ya dengan yang dulu. Bahkan lebih cantik.”
Aku hanya tersenyum mendengar perkataan David dan aku juga sedikit was-was bagaimana jika David membahas tentang pekerjaanku dulu.
”Kenapa kamu naksir ya sama cewe aku?? tapi aku nggak bakal nyerahin ke kamu lho.” kata Kafka seraya meragkulku dan tersenyum.
”ya, nggak mungkinlah, masa aku yang baru nikah ini mau ngerebut pacar teman.”
”Bicara terus nich kita kapan makannya?? ntar makanannya sudah nggak enak di makan, kalau sudah dingin.” kataku mengalihkan pembicaraan.
”Bener juga, ayo kita makan.” sambung Kafka.
Kami bertiga makan sambil sedikit berbicara tentang masa kecil Kafka dan david dan selesai makan kami mulai meminum beberapa gelas anggur.
”Vid, kamu banyak banget minumnya.” kata Kafka
”Nggak apa-apa kan sekali-sekali. Kayanya nggak asik dech kita party kalo nggak sampai sedikit mabuk. Ya, kan Nat? Bukannya kamu biasa minum Nat?”
”Huh,,, nggak juga. Sekarang aku sudah mulai jarang.”
”Kenapa kamu takut ya di marahin sama Kafka kalau kamu banyak minum?”
”Nggak koq.”
”Iya, Masa aku ngelarang Nat minum. Bener kan sayang?”
”Memang kamu sudah nggak minum-minum bareng om-om itu?”
”Kayanya kamu sudah mulai mabuk dech Vid, ngomonganmu sudah mulai ngaco.” kata Kafka, ”sejak kapan Nat minum bareng om-om?” Kafka melirik kearahku.
Duch apa-apaan sich David ini, jangan sampai dia ngebahas masa lalu aku. Dan aku pun mulai was-was dengan segala ucapan yang akan di ucapkan David.
”Sebaiknya kita ajak David pulang aja gimana? Kayanya dia sudah mulai mabuk dech.” kataku ke Kafka.
”aku nggak mabuk koq, aku baik-baik aja.”kata David dengan kesadarannya yang tinggal setengah. ”Masa kamu lupa sich Nat?”
”Kaf,,,sebaiknya kita bawa dia pulang yuk.” Usulku lagi.
Kafka pun memanggil pelayan untuk meminta bill dan membayarnya.
”Ayolah kita baru minum sedikit masa sudah mau pulang?”
Kafka pun memapah David menuju mobil Kafka.
”Kaf,,,masa kamu nggak tahu sich, apa kerjaan pacarmu ini?” kata David ketika Kafka berusaha memasukkan David ke bangku belakang.
”ya, tahulah.”
”Yakin kamu tahu tentang pekerjaannya. Apa kamu nggak sedang di bohongi sama kata-kata manisnya.”
Vid, please jangan ngebahas hal itu.Aku hanya dapat memohon dalam hati.
”Maksud kamu apa sich Vid.?”
”Kamu pasti sudah di bohonginya, kamu pasti nggak tahukan kerjaan dia  yang sebenarnya. Nat, kamu pasti nggak jujur kan sama Kafka tentang kerjaan kamu yang sebenarnya. Sama kaya dulu kamu sudah ngebohongi aku sampai aku ngeliat sendiri kamu sedang bermesraan dengan om-om.”
Habislah aku, Kafka pasti kecewa banget sama aku.
”Kafka, kamu tahu nggak cewe yang selama ini kamu pacari adalah seorang pelacur.”
”Apa-apaan sich Vid? kamu mabuk ya.” kata Kafka.
”Kaf, masa kamu nggak percaya sama aku, aku kan teman kamu dari kecil sedangkan dia,,,,dia Cuma orang yang baru kamu kenal, dan dia Cuma penipu. Dia ngedeketin om-om untuk ngedapatin hartanya, kamu jangan percaya dengan wajah manisnya.”
Kafka melihat ke arahku dan aku mulai menangis. ”Kaf,,,nggak kaya gitu koq. Aku bisa ngejelasinnya.”
”Masuk, nggak enak diliat banyak orang.” kata Kafka dengan suara yang begitu dingin dan membuat aku semakin merasa bersalah sama dia kenapa aku nggak jujur aja tentang pekerjaanku dulu.
Kafka mendudukkan David di kursi belakang dan dia masuk ke kursi kemudi, aku pun masuk kemobil Kafka dan duduk di sebelahnya.
”Kamu baru tahu kan Kaf, tentang cewe yang selama ini kamu pacari, dia nggak sebaik yang kamu pikirkan dan dia tidak semanis itu.......” David terus berbicara.
Dan aku hanya bisa menangis tanpa bisa berkata apapun. Ketika aku melihat Kafka, kafka hanya diam tanpa ekspresi dan terus memperhatikan jalan tanpa menoleh ke arahku.
”......Dia Cuma seorang pelacur......” sambung David sambil tertawa. ”.....Pelacur yang menipu setiap om-om dan memperdaya cowo-cowo.”
Selama beberapa menit mulai terjadi keheninggan dan David pun telah selesai mengoceh. Tapi aku tetap binggung harus berbicara apa kepada Kafka.
Kafka mengantar David terlebih dahulu. Kafka menggantar David sampai masuk ke rumah dan aku hanya menunggu di mobil. Saat Kafka kembali ke mobil Kafka kembali diam dan tidak berbicara apa-apa.
”Kaf,,,,”Kataku memecahkan keheningan dan aku menoleh ke arah Kafka, tapi Kafka tetap diam dan nggak bicara apa-apa. ”Kaf,,,aku tahu kamu marah, tapi aku nggak maksud kaya gitu.”
Kafka hanya diam dan terus memperhatikan jalanan.
”Kaf,,,bicara donk,,, aku nggak maksud bohong sama kamu.”
”aku lagi nggak mau mendengar apapun.” kata kafka tanpa melihat kearahku.
Mobil Kafka parkir tepat di depan rumahku.
”sudah sampai” kata Kafka.
”Kaf,,,bisa nggak kita bicara dulu.”
Kafka turun dari mobil dan membuka pintuku, tapi kafka tidak berbicara apapun. Aku pun turun dari mobil Kafka. Kafka segera menutup pintu dan berbalik untuk meninggalkan aku.
Aku menahan kafka dengan memeluknya dari belakang.
”Kaf,,, kumohon dengerin penjelasan aku dulu.”
Kafka berusaha melepaskan tangganku yang melingkar di pinggangnya.
”Kaf,,,kasih aku waktu 5 menit aja.”
Kafka melepaskan tangganku dan berbalik ke arahku.
”Kaf,,,,aku nggak maksud bohong dan benar yang dikatakan David,,,,aku memang pelacur tapi itu dulu Kaf,, sekarang aku sudah berhenti dari pekerjaan itu. Aku nggak maksud untuk bohong sama kamu, tapi,,,,,aku,,,,merasa waktunya belum tepat untuk cerita ke kamu....”
”Belum tepat? Kapan waktu yang tepat? Kamu tahu denger dari mulut orang lain lebih menyakitkan daripada kamu yang menggatakan sendiri. Aku nggak nyangka kamu selama ini sudah nggak jujur sama aku.”
”Sory Kaf,,,,aku tau aku salah,,,,aku dulu memang orang yang hina, apa salah kalau aku mau ngubur semua masa laluku. Aku nggak bilang,,karena aku takut kamu ninggalin aku,,aku nggak tahu apa jadinya kalau sampai kamu tau, dan aku tahu sekarang kamu marah banget dan mungkin benci sama aku. Tapi kumohon kaf,,,kamu jangan berbuat begini sama aku. Aku sayang sama kamu Kaf,,,dan aku takut untuk kehilangan lagi.”
”Sudahlah,,,aku mau pulang.”
”Kaf,,,maaf.”
Kafka masuk ke mobil dan meninggalkan aku, aku terus memperhatikan mobil kafka yang melaju meninggalkan rumahku. Setelah mobil kafka tidak terlihat lagi aku pun berjalan masuk ke rumah dan aku menemui kedua adikku Jo dan Kei berdiri di depan pintu.
”Apa itu benar kak?” tanya Jo.
”Maksudmu?”
”Yang kakak bicarain dengan Kak Kafka, tentang kerjaan kakak.??”
Aku hanya menunduk dan menggangguk.
”Kei,,,nggak nyangka kak, kakak selama ini sudah nggak jujur sama kita. Kenapa kakak nggak cerita.??”
”Maaf Kei.” kataku, ”kakak tahu, kakak salah tapi waktu itu kakak bener-bener nggak tahu harus bagaimana cara untuk mendapatkan uang setelah orangtua kita meninggal.”
”Kei,,,benci sama kakak, kei benci.” kata Kei meninggalkan aku.
”Jo,,,maafin kakak.” kataku ke Jo yang masih berdiri di depan pintu.
Jo pun pergi meninggalkan aku. Dan hanya bi Inah yang tetap di sana.
”apa aku salah ya Bi? sampai semua orang marah seperti ini sama aku.” kataku kepada Bi Inah.
”Bibi buatin minuman ya Non, supaya lebih tenang.”
”Nggak, Bi. Makasih.”
Aku pun melewati bi Inah dan masuk ke kamarku.
”kenapa nggak ada seorang pun yang mau ngertiin aku? Segitu bencinya kah mereka sama aku.”
Aku berjalan ke depan meja riasku dan mulai menghancurkan semua benda yang ada di depan meja rias, kaca meja rias pun nggak luput dari kemarahanku.
”Aku benci mereka semua,,nggak ada seorang pun yang mau ngertiin aku. Apa memang nggak ada yang sayang sama aku. Ma, Pa,, apa aku bukan kakak yang baik? Apa aku juga bukan orang yang baik?” kataku ke foto mama dan papaku di sebelah tempat tidurku.
Tanpa pikir panjang aku menghampiri pecahan kaca dan mengambil sebuah pecahan yang telihat cukup tajam bagiku.
”Ma,,,Pa,,, ijinin Nat nyusul kalian ya. Karena Nat sudah nggak berarti lagi di dunia ini. Semua orang sudah benci sama Nat.”
Aku mulai menggoreskan pecahan kaca itu di pergelanggan tangan kiriku Dan aku dapat merasakan sakitnya pecahan yang menggores kulitku, tapi aku nggak peduli, ku biarkan darah terus keluar dari luka yang sudah menganga.
”Selamat tinggal dunia......”
Perlahan-lahan keadaan sekitarku mulai terasa menjauh dan suara-suara seakan menggema dari kejauhan.
”Non Nat,,,” sepatah kata yang sempatku dengar sebelum kesadaranku benar-benar hilang.
* * *
Saat aku terbangun, aku sedang terbaring di sebuah ruangan dengan dinding berwarna putih dan bau obat disekitarku serta di tangganku terdapat jarum infus yang menancap di lengan kiriku. Tapi nggak ada seorang pun di ruangan ini. Hanya aku seorang diri yang terbaring di sini.
Disinilah aku di rumah sakit, ternyata aku masih hidup dan inilah aku hanya seorang diri tanpa seorang pun yang peduli sama aku.
Pasti mereka semua masih marah sama aku. Kenapa aku nggak mati aja?
Aku pun melirik ke arah jarum infusku dan berniat menarik jarum tersebut, tetapi sebelum aku sempat menarik jarum itu. Tangan seseorang telah menahan tanganku.
”segitu ingin pergi dari dunia ini ya?” suara seorang laki-laki yang menahan tanganku.
Aku menoleh ke arahnya. ”Mas Prad.!”
”Kenapa kamu ngelakuin hal bodoh ini sich?”
”semua orang benci sama aku,,nggak ada gunanya aku terus hidup.”balasku dan kembali menangis.
”Ada masalah apa?” mas Prad mengambil bangku dan duduk di sebelah tempat tidur.
”semua orang benci sama aku.”
”Maksudnya?”
”Mereka tahu kalau aku pernah jadi pelacur dan mereka semua marah sama aku.”
”Kamu tahu darimana mereka benci sama kamu?”
”waktu itu Kei bilang Kei benci sama aku. Buktinya aja sekarang nggak ada seorang pun yang nemani aku disini. Orang yang ku sayangi juga udah nggak peduli sama aku”
”Jangan sedih gitu donk, kan ada aku disini.” Mas Prad menghapus airmataku dengan tangannya. ”kemaren waktu aku liat kamu dibawa kesini, aku ngeliat kalau keluargamu khawatir banget sama kamu.”
”Hah,, Mas Prad, koq bisa disini? Memangnya ngapain Mas Prad kemaren?”
”Kemaren aku ngantarin anakku imunisasi.”
”O,,iya anak Mas Prad pasti sudah besar ya? Cewe atau cowo?”
”Sudah hampir 2 tahun, cowo.”
”Wah,,,,pasti anak Mas Prad cakep kaya Mas prad ya.” kataku tersenyum.
”Nah gitu donk,,ketawa dikit jadikan lebih manis.”
”Makasih Mas Prad,,,udah ngibur aku.”
Pengaruh nyaman yang kurasakan dulu kepada mas Prad ada didekatku masih dapat kurasakan kembali saat ini dan aku merasa menjadi lebih nyaman, karena ada mas prad yang menghiburku.
”Sama-sama.”
”sekarang apa kesibukkan kamu??”
”Aku buka cafe,,, ya kecil-kecilanlah. Habis aku cape kalau mesti jadi penghibur pria terus.”
”Kalau gitu sekarang gantian pria yang hibur kamu donk.”
”Ih,,,mas Prad bisa aja.”
”Tuchkan jelas banget terlihat kalau kamu lebih manis ketawa daripada bersedih.” mas Prad mengeluarkan kartu nama dari dompetnya. ”Karena aku nggak bisa hubungin kamu, nomormu sudah nggak aktif lagi, jadi kalau ada apa-apa kamu bisa hubungi nomor ini.”
”Iya, aku sudah ganti nomor. Maaf nggak kasih tahu Mas, soalnya aku nggak mau ganggu mas.”
”Iya, aku ngerti koq.” mas Prad membelai rambutku.
”Maaf ya mas.”
”Tapi sekarang sudah boleh tahu donk.”
”iya,,ntar aku hubungi mas Prad.” kataku tersenyum. ”Kafka,,,,” Aku melihat kafka yang berdiri didepan pintu.
Kafka masuk ke ruanganku dan mas Prad pun berdiri dari bangku.
”sudah ada yang nemenin ya.”
”aku mau pulang sebentar lagi.” kata Mas Prad. ”Ya,,udah Tan,,aku pulang dulu, sekarang sudah ada yang gantiin nemenin kamu.”
”Makasih mas.”
Mas Prad keluar dari ruanganku.
”Gimana sudah baikan?”Kata Kafka seraya menghampiri tempat tidurku. 
”Aku nggak apa-apa koq.”
”Tadi siapa?”
”Mas Prad,,,”
”Mas Prad?? koq aku nggak pernah denger namanya ya.”
”Memang kamu harus tahu tentang semua orang yang deket sama aku?”
”Kamu kan masih pacar aku, jadi kurasa aku harus tahu.”
”Maksudnya?”
”Benerkan kamu masih pacar aku,,,kita nggak ada yang bilang putus kan?”
”Tapi kan,,,?”
”Tapi kenapa?”
”Kamu waktu itu kan marah sama aku, ku pikir kamu nggak mau bicara dan jadi pacar aku lagi.”
”malam itu aku Cuma butuh waktu untuk mencerna dan menenangkan pikiran aku, aku memang sedikit marah sama kamu karena kamu nggak berkata jujur dari awal, tapi bukan berarti aku minta putus dari kamu.” Kafka membelai kepalaku dan duduk di tepi ranjangku. ”Jadi siapa mas Prad itu?”
”Dia mantan pelangganku, tapi dia orang yang baik koq dan perhatian.”
”Jadi kamu suka sama dia?”
”ehm,,,, dulu iya, tapi sekarang udah biasa aja koq.”
”Oh,,, gitu. Nat, kenapa sich kamu ngelakuin hal bodoh gini, kalau kamu sampai benar-benar pergi gimana?”
”Sory, habis aku merasa sudah nggak ada yang mau dengerin aku dan peduli sama aku lagi, jadinya aku ngelakuin ini dech. Aku bodoh banget ya !!”
”Emank kamu bodoh.”
”tuch kan bener kamu aja bilangin aku bodoh.”
”tapi nggak tahu kenapa, aku koq selalu mikirin orang bodoh kaya kamu ya?”
”Ih,,,, ngejek .” aku membuang muka.
”jangan ngambek gitu donk.” kafka kembali memalingkan mukaku. ” inget ya,, jangan ngelakuin hal bodoh kaya gitu lagi,, bukan Cuma aku yang bakal merasa kehilangan tapi Jo, Kei dan Bi Inah juga khawatir banget sama kamu.”
”Tapi mereka kan marah banget sama aku.”
”Ya mereka Cuma marah sesaat aja, tapi sebenarnya mereka sayang banget sama kamu.”
”tapi nggak ada yang nemenin aku?”
”tadi mereka memang mau nemenin kamu tapi aku nyuruh mereka turun sekolah aja, masa kamu mau ade kamu bolos sekolah.”
”Ohh,,,gitu.”
”Tapi sekarang kan ada aku yang nemenin kamu.”
”Kamu koq baru datang,, mank dari tadi dari mana?”
”Dari cafetaria, semalaman aku sudah nungguin di sini, tapi takut ntar ketiduran kalau kamu sadar jadinya aku ke cafetaria dulu minum kopi. Tapi aku nitipin kamu ke suster koq. Sapa tau kamu sadar. Tapi nggak tahunya waktu aku balik sudah ada yang nemenin kamu.”
”Kenapa cemburu ya?”
”dikit.” Kafka tersenyum.
”Kalau gitu kamu belum istirahat donk dari tadi malam. kamu pulang aja gih. Istirahat dulu, kalau kamu sakit juga ntar siapa yang ngerawat aku.”
”Nggak apa-apa koq,,,masa gitu aja sakit.”

* * *
Setelah tiga hari di rumah sakit aku sudah diperbolehkan pulang, karena luka pada pergelangan tanganku tidak dalam mungkin kalau lebih dalam lagi aku sudah mati. Untuk ngerayain kepulanganku Kafka, Jo, Kei dan Bi Inah membuat party kecil di rumah dan aku seneng banget karena mereka dapat mengerti aku dan nggak marah lagi dengan aku.
Dan inilah aku kini seorang wanita yang dikelilingi sama orang yang di cintai, dan tentunya aku bukan seorang pelacur lagi, tapi sekarang aku mulai merintis sebuah usaha kecil-kecilanku.
THE END 

Nat's Story (Part-5)

Kejadian malam itu membuatku malas ketemu sama David dan untungnya David sudah beberapa hari nggak datang kerumahku, aku nggak tahu apa jadinya kalau dia sampai ngasih tahu Jo dan Kei tentang kerjaanku.
”Kak David mana kak? Koq sudah berhari-hari nggak pernah datang lagi?” tanya Kei ketika kami sedang sarapan pagi.
”Hah,,,nggak tau tuch. Mungkin udah balik.” jawabku sekenanya.
”Masa sich udah balik koq nggak ngasih tahu kita ya. Kakak nggak ada masalah kan sama kak David?”
”Ya,,nggaklah, udah dech cepetan sarapannya ntar telat lho.”
Setelah sarapan selesai aku ke mobil bersiap mau mengantar Kei dan Jo sekolah. Dan aku mendapati David sedang berdiri di sebelah mobilku.
”Pagi Nat.” Sapa David seakan kejadian waktu itu nggak memberi efek apapun ke dia.
”Pagi.” balasku.
”Bisa bicara sebentar.”
”Apa lagi yang mesti di bicarain? Sory aku mau ngantar Kei dan Jo ke sekolah.”
”Sory, kalau kamu masih marah soal malam itu, aku nggak maksud berbuat seperti itu koq, malam itu aku bener-bener kacau mendengar pernyataan kamu.”
”sudahlah nggak usah di bahas lagi, sudah lewat juga kan.”
”Kak David!” kata Kei yang baru keluar dari rumah. ”Kemana aja kak, udah lama nggak main ke rumah lagi?”
”Iya,,,lagi sibuk nich, persiapan mau pulang.”
”Mau pulang kak, kapan?” sambung Jo yang muncul dari belakang Kei.
”Besok Malam.”
”cepet banget kak?”
”Iya, kan waktu liburnya sidah habis.”
”Oh,, gitu, trus kakak pagi-pagi kesini ngapain? Pamitan ya?” Goda Kei.
”salah satunya itu, tapi selain itu juga ada yang mau di bicarain sama Nat.” david melirik kearahku.
”Cie,,,,cie,,,bicara apa nich.”
”sudah ah,,ayo cepat ntar kalian telat lho.” kataku. ”Kita bicarainnya ntar aja habis aku ngantar Jo dan Kei, kita baru bicara di cafe deket kampusku.”
”Ok, aku tunggu di sana.”
Aku masuk ke mobil diikuti Jo dan Kei dan aku mengantar mereka ke sekolah. setelah mengantar Jo dan Kei aku memarkirkan mobil di sebuah parkiran cafe dekat kampusku dan masuk ke cafe tersebut, disana sudah ada David yang duduk di sudut ruangan sambil menghirup minuman dan melambai ketika aku memasuki cafe.
”langsung aja deh, mau ngebicarain apa sich?”
”ehm,, kamu mau pesan apa?”
”Ayolah, nggak usah pake basa-basi bisa nggak.”
”Oke,,,aku minta maaf atas kelakukanku malam itu, aku nggak  maksud kaya gitu, aku lagi di luar kontrol malam itu dan aku nggak mau ngebawa beban bersalah ini terus.”
”Nggak masalah koq, nggak perlu di bahas lagi.”
”Aku juga mau pamitan besok aku bakal balik.”
”Oke, hati-hati semoga kuliahmu sukses. O,,ya aku boleh minta tolong satu hal nggak?”
”Apa?”
”Tolong jangan kasih tau kerjaanku sama Jo atau Kei. Bisakan?”
”Oke, asal kamu maafin aku, aku nggak bakal ngebahas soal itu di depan kedua ade kamu.”
”Makasih dan aku sudah maafin kamu koq. Udah dulu ya aku ada kuliah pagi. See U.”
Aku meningalkan cafe.
* * *
Setidaknya aku sedikit tenang karena orang yang tau tentang pekerjaanku telah meninggalkan kota yang ku tempati, tapi aku nggak tau berapa lama aku bisa terus menutupi pekerjaanku dari kedua adekku, dengan uang yang selama ini aku kumpulkan aku mulai membuka usaha kecil-kecilan, aku membuka sebuah cafe dan tempat nongkrong dan aku pun mulai meninggalkan pekerjaanku sebagai seorang kupu-kupu malam perlahan demi perlahan dan hanya memfokuskan pada kerjaan baruku dan kuliahku. Ternyata lepas dari satu pekerjaan dan mencoba kerjaan lain benar-benar tidak mudah, setidaknya aku butuh waktu setahun lebih untuk benar-benar hengkang dari kerjaan ku sebelumnya.
Di sinilah di sebuah cafeku yang baru aku memulai kehidupan baruku. Cafeku yang berisi beberapa sofa meja, tempat bartender dan wifi tentunya, sesuatu yang sangat di butuhkan semua orang yang sudah gila Online, dan kurasa ini dapat memikat para pengunjung untuk datang ke tempatku ini.
Di tempat baruku, aku juga menemukan seorang lelaki yang telah memikat hatiku dan setidaknya dia lelaki yang cukup baik. Walaupun dia masih belum tahu tentang pekerjaanku sebelum aku membuka cafe. Aku bertemu dia di cafe ini, dia termaksud salah satu pelanggan tetap di cafeku dan waktu itu dia menghampiriku serta mengajak aku berkenalan, tentu aja aku tidak menolaknya, karena kurasa dia orang yang cukup baik dan dia memang orang yang cukup baik namanya Kafka, seorang karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan swasta. Dan dia juga cukup keren (menurutku, entahlah menurut orang lain).
Dan malam ini pun aku sedang bersama dia menghabiskan malam di cafeku.
”Nat, besok malam ada temanku yang menikah, bisa nggak kamu temanin aku??”
”Oke,, lagian nggak mungkin donk aku meninggalkan kamu sendiri, ntar disana kamu malah melirik cewe-cewe seksi yang lain lagi.” candaku.
”Ya,,,nggak lah, kamu kan sudah segalanya dan yang terbaik untuk aku, masa aku masih mau ngeliat cewe lain sich.”
”Halah, gombal.”
”serius, selamanya aku akan sama kamu, apapun yang terjadi.”
”Masa sich??” bagaimana jika kamu tau pekerjaan lamaku.
”Iya, I’m Promise. Kapan pun kamu butuh aku, aku akan selalu ada untuk kamu.”
”Tapi, aku mesti pakai apa ya untuk besok? Kamu pakai baju apa? Gimana kalau kita samaan?”
”Tuch kan mulai lagi dech bawelnya.” kata Kafka seraya mencubit lembut hidungku.
”Ih,,,apa-apaan sich.”
* * *
Aku mengenakan gaun pesta berwarna hitam begitu juga dengan Kafka mengenakan kemeja hitam. Kafka menjemput aku tepat pukul 7 malam untuk menghadiri acara perrkawinan temannya.
Kata Kafka sich yang menikah ini teman semasa SD-nya dan sampai sekarang masih deket sama dia. Tapi aku belum pernah dikenalkan sama temannya, kataya sich temennya selama ini bersekolah diluar negeri tapi karena kedua orangtua mereka tinggal di sini jadi acaranya berlangsung di sini.
Tamu undangannya cukup banyak juga, saat aku dan Kafka datang, ruangan sudah sangat banyak orang dan banyak orang antri untuk memberi selamat kepada kedua mempelai. Aku pun mengikuti Kafka untuk memberi selamat kepada kedua mempelai.
Ketika aku melihat mempelai pria dari kejauhan, aku merasa mengenal orang tersebut, aku yang sedari tadi tidak memperhatikan nama mempelai di depan pintu segera mencari-cari nama mempelai itu dan di slide berjalan aku menemukan nama David & Nova. Oh,,,no ini pernikahannya David.
”selamat ya Vid.”Kata Kafka mengucapkan selamat kepada David. ”Kenalin pacar,,,,”
Aku pun bersalaman dengan David.
”Nat, kan?”
”Lho kamu sudah kenal.”
”Iya, dia teman Sekolah aku waktu SMP.”
”Oh,,,bagus donk. Ya ,udah lain kali aja ya kita bicaranya. Sekali lagi Selamat ya.”
Aku dan Kafka meninggalkan pelaminan dan segera menyantap hidangan yang telah di siapkan.
”Nggak nyangka ya ternyata kamu kenal sama David.” kata Kafka ketika kami menyantap hidangan.
”Aku juga nggak tahu kalau kamu bakal ngajak aku ke perta pernikahannya David.”
”Ternyata dunia nggak begitu besar ya, untuk sebuah persahabatan.”
            ”Mungkin.”

Kamis, 15 Maret 2012

Nat's Story (Part-4)

            ”Benerkan, nggak apa-apa. Mas Prad aja yang terlalu berlebihan.”
”Ya, tapi kan nggak ada salahnya memeriksakan ke dokter, daripada terjadi apa-apa.”
”Kita mau kemana mas? Apa kembali ke hotel.” Tanyaku ketika aku dan Mas Prad keluar dari ruang praktek dokter.
”Nggak, kita pergi ke tempat lain aja, ada yang mau aku bicarakan sama kamu.”
”Sebenernya mau bicara apa sich mas, penting banget ya, tapi sebelumnya bisa nggak nyinggah di fast-food, aku sedikit laper nich, belum maem.”
”Kamu belum makan?”
”He,,eh,,”
”Kenapa nggak bilang dari tadi, ya,,udah kita cari restoran aja, makan dulu.”
”Nggak perlu mas, aku lagi pengen makan burger aja. Mas Prad sudah makan belum?”
”Sudah,,,tapi makanan gitu kurang sehat.”
”Nggak apa-apa donk mas sekali-sekali”
”Ya, udah terserah kamu aja.”
Mas Prad dan aku masuk ke mobil dan pergi ke sebuah fast-food.
”Kamu mau makan di tempat atau di bawa pulang.”
”Pesan bawa pulang aja mas, makan di jalan aja.”
”Ya, udah kamu tunggu di sini sebentar, aku masuk dulu pesan makanannya.”
Mas Prad turun dari mobil dan berjalan menuju kesebuah fast-food.
”Ternyata mas Prad baik banget ya, tapi koq dia bisa ngeduain istrinya ya? Nggak kaya mas Prad banget. Tapi istri mas Prad pasti seneng banget dech punya suami kaya mas Prad yang selalu perhatian.”
Aku terus memerhatikan mas Prad yang sedang memesan makanan, dilihat dari arah manapun mas Prad selalu terlihat keren, entah ada daya tarik apa ya, yang membuat aku nggak bisa lepas memandangi dia. Apa jadinya kalau aku nggak bisa ngeliat dia lagi, pasti aku bakal kangen banget sama dia. Mas Prad sosok yang selalu menawan dan membuat aku tak bisa lepas untuk memandangnya.
”Makan dulu, selagi hangat.” Mas Prad menyerahkan kantong makanan ke aku
”Makasih. Mas Prad mau nggak makan.”
”Nggak, aku masih kenyang.” mas Prad mulai menjalankan mobilnya.
”Bukan karena takut terkontaminasi karena fast-food kan?”
”Maksud kamu?”
”Ya, sapa tau mas Prad takut makan kaya ginian,”
”Siapa bilang?”
”Ya, ngira aja sich. Kalau gitu coba makan donk mas. Nich,,”
Aku membuka burgernya dan menyodorkannya ke mas Prad.
”Ayo lah mas, coba dikit aja.”
”Ntar dech,,lagi nyetir nich, nanti malah ketabrak.”
”Ok, dech.” balasku.
Mas Prad memberhentikan mobilnya di sebuah parkiran taman kota.
”Kita bicara di sini aja ya?”
”Terserah dech, nich mas cobain donk, enak lho.”
Mas Prad pun memakan burger yang ku berikan ke mas Prad.
”Gimana mas, enakkan?”
”Lumayan.”
”O,,ya mas mau bicara apa?”
”Ehm,,,lukamu nggak apa-apa?”
”Kan udah di periksain ke dokter mas. Jadi udah nggak apa-apa. Mas Prad kenapa sich?”
”Nggak kenapa-napa. Koq bisa luka kaya gitu.”
”Kan udah di bilang mas, kalau kemaren jatuh. Ya, walau nggak sepenuhnya sich.”
”Maksudnya?”
”Kemaren tuch ada istri pelangganku yang mergokin aku dengan suaminya, jadi waktu dia lagi marah-marah ngedorong aku sampai kebentur meja, tapi itu Cuma luka dikit yang ada dipipi aja. Luka yang lainnya real karena aku terjatuh waktu mau pulang.”
Muka mas Prad terlihat kaget mendengar pernyataanku itu.
”Gimana ya mas, kalau istri mas ngeliat aku sama mas sedang berdua seperti ini. Mungkin istri mas akan berlaku yang sama seperti istri pelangganku yang kemaren kali ya?.”
Mas Prad hanya tertegun memandangku.
”Mas Prad kenapa? Koq diam aja.”
”Istriku sedang hamil.”
Sekarang gantian aku yang terkejut mendengar perkataan mas Prad.
”Wow,, berarti mas Prad lagi senang banget donk, ini kan yang selama ini mas Prad dan istri mas Prad harapkan kan? Jadi ini yang mau mas Prad bicarakan sama aku.”
”Iya. Aku baru tau dia hamil beberapa hari yang lalu,,,”
Aku benar-benar takut mendengar perkataan mas prad selanjutnya. Apa aku harus berpisah dengan mas prad? Aku nggak tau apa yang harus kukatakan.
”Sepertinya ini bakal jadi pertemuan kita yang terakhir, karena aku takut kalau sampai istriku tahu tentang kamu, kehamilannya akan terganggu.”
Aku benar-benar bingung dan tidak bisa berkata apa-apa.
Apa ini benar? atau aku hanya sedang bermimpi. Please, jika aku lagi bermimpi cepat bangunkan aku dari mimpi ini, aku nggak mau berpisah dari mas Prad, aku sayang sama dia, aku ingin selalu bersama dengan dia walau hanya seperti ini.
”Tan, kamu baik-baik aja kan, kamu nggak apa-apa kan?”
”hah,,,aku nggak apa-apa koq mas, aku senang banget dengerin istri mas prad sudah hamil. Ya, walaupun setelah ini kita nggak bakal ketemu lagi, tapi itukan memang sudah sewajarnya. Aku kan Cuma seorang penghibur dan tentunya jika aku sudah nggak di perlukan lagi, aku nggak ada hak untuk memaksa pelangganku untuk terus bertemu dengan aku.” kataku sambil menundukkan kepalaku
Mas Prad memandangku dan memalingkan wajahku ke arahnya.
”Tan, aku nggak bermaksud seperti itu, aku Cuma mau yang terbaik aja.”
”Nggak apa-apa koq mas. Aku ngerti koq. Kita kan sudah tau resikonya, jadi sudah sewajarnya seperti ini. Sudahlah mas nggak usah di bahas. Aku seneng banget koq bisa menggenal orang seperti mas Prad.”
Mas Prad menciumku tepat dibibirku, aku hanya terdiam dan tidak menolak atau pun merespon ciuman itu.
”Bisa kita pulang sekarang mas?”
”Oke.”
Sepanjang perjalanan ke rumahku kami tidak terlalu banyak bicara yang kami bicarakan Cuma arah ke rumahku.
Ya, mas prad termaksud pelanggan pertama yang tau alamatku, tapi tentunya itu bukan masalah besar karena setelah ini pun aku nggak akan ketemu dengan dia lagi.
”Makasih, mas.” Kataku seraya membuka pintu mobil dan turun dari mobil mas Prad.
”Tan,,,” Panggil mas Prad dari dalam mobil.
”Ya,” aku menoleh ke arah mas Prad.
”Kalau kamu ada apa-apa dan perlu bantuanku. Kamu bisa menghubungi aku.”
”Iya, makasih.”
Aku segera berjalan masuk ke dalam rumah dan aku melihat ada David di sana bersama dengan kedua adikku yang sedang bermain PS. Aku hanya melewati mereka dan menuju ke kamarku.
begitu menyedihkannya ya aku, sampai-sampai lelaki yang baru kusukai telah meninggalkan aku, harusnya aku tahu hal itu dari awal sebelum aku benar-benar merasakan cinta ini ke Mas Prad, kenapa juga aku harus suka sama mas Prad, padahal akukan sudah tahu kalau akhirnya akan seperti ini.
Air mata terus menetes dikedua pipiku, aku berdiri menuju kaca dan duduk di kursi rias.
”Kenapa Kamu nggak terima aja mas Prad waktu dia ngajak kamu menikah? seandainya kamu waktu itu menerima dia, pasti hari ini nggak akan seperti ini.” kataku kepada pantulan diriku di kaca. ”Iya, juga ya, kenapa aku nggak nerima mas Prad waktu itu, kenapa aku harus menolak dia. Tapi kurasa bagaimanapun jawabanku waktu itu, hasilnya akan sama hari ini dan aku akan semakin sakit, jika aku benar-benar menerimanya hari itu.”
Aku memandangi wajahku yang dipantulkan oleh kaca dan melihat kedua mataku yang merah serta hidungku yang juga memerah dan wajahku basah oleh air mata.
”aku nggak boleh kaya gini” aku mengusap air mata yang ada dipipiku. ”aku sudah tahu ini bakal terjadi dan aku nggak seharusnya berlaku seperti ini. Nggak sepatutnya aku bersedih seperti ini.”
Aku segera membasuh wajahku dan menghilangkan bekas-bekas air mata yang ada dipipiku dengan air yang mengalir, walaupun beberapa kali air mataku ikut mengalir bersama dengan air yang membasuh wajahku.
Tok,,,tok,,,
Aku ke arah pintu dan membuka pintu, aku menemukan Jo berdiri di balik pintu.
”Kenapa Jo?”
”Ehm,,,, kak David malam ini mau nnginap di sini boleh nggak?”
",,,,,”
”Kak David tidur dikamar Jo koq.”
”Ok,,,,terserah aja.”
”Kakak, kenapa kak? habis nanggis ya?”
”Nggak koq, baru cuci muka aja.”
”Okey,,, Met istirahat.”
”O,,,ya Jo besok kamu bawa aja mobilnya, soalnya kakak masih nggak bisa ngantar kamu. Nggak masalah kan?”
”Ya.”
Aku melap mukaku dan segera berbaring di tempat tidurku. Mencoba menenangkan diriku dan mencoba melupakan semua yang tidak seharusnya kuingat.
Satu jam,,,,dua jam,,,,tiga jam aku tetap nggak bisa tidur aku hanya bolak-balik nggak jelas di tempat tidurku. Ada sesuatu yang membuat aku nggak tenang dan nggak bisa tidur, rasa ini benar-benar melebihi rasa sakit yang kurasakan kemaren sewaktu kakiku serta wajahku terluka. Entah mengapa luka kemaren tidak membuat air mata ini turun, tetapi rasa sakit ini benar-benar membuat aku nggak bisa menahan air mata ini.
Aku keluar dari kamar dan menuju kedapur ingin membuat kopi, tapi saat aku melewati ruang tamu aku melihat David sedang duduk menonton tv.
”Lho,, belum tidur Nat? ”
”Iya, masih belum bisa tidur nich, aku mau bikin kopi kamu mau?”
”Kopi? Nggak dech. Kalau teh boleh juga.”
Aku berjalan kedapur dan memasak air panas dan menyiapkan dua mug serta mengisinya masing-masing dengan teh dan kopi.
”Perlu di bantu?”
”Nggak, silahkan duduk aja.”
”Berniat nggak tidur ya?”
”Maksudnya?”
”Ya, minum kopi kan bisa membuat mata terus melek.”
”o,,ya. Kayanya nggak berlaku dech sama aku dan nggak ada efek apapun kalo aku minum kopi.”
”O,,,gitu.”
”Berapa?”
”Apanya?”
”Gulanya.”
”Oh,,,satu sendok aja.”
 Aku duduk di hadapan David, menunggu air panasku masak.
”Kamu nggak di cari sama orang rumah?”
”Hei,,,i’m 20,,,,”
”How about 20?”
”Kurasa itu umur yang cukup untuk nggak di cari sama orang rumah, lagian aku selama ini kan sekolah diluar, jadi no problem kalo aku nggak ada di rumah. Keberatan ya aku di sini.”
”Nggak sich,,,,, ”
ciiiiiiiiiiiiiiiiit,,,,,,,,,,,,,,,,ciiiiiiiiiiiiiiit suara air yang kumasak telah masak. Dan aku berdiri untuk mematikan kompor dan menuangkan air panas itu ke dua buah mug yang telah siap.
”Nich,,”
”Lagi sedih ya?”
”Maksudnya?”
”Keliatan muka kamu keliatan lebih murung dari biasanya.”
”O,,ya!”
”Lagi ada trouble ya?”
”Nggak tuch, biasa aja.”
”Nggak siap untuk cerita ya?”
”Memang kamu harus tahu segala hal?”
”Nggak salah kan sedikit berbagi bisa mengurangi kesedihan.”
”Sok tahu banget sich kamu.”
”Bukan sok tahu, tapi kalau punya masalah itu harus di bagikan, kalau terus di pendam nantinya bakal nyakitin diri sendiri lho.”
”Hei,,,, who are you? That’s my privasi.”
”Sory, aku bukannya mau melanggar privasi mu, tapi aku nggak suka ngeliat muka kamu yang murung gitu dan bukannya aku mau ikut campur sich, tapi benerkan ada sesuatu.”
”Sudahlah nggak perlu di bahas.”
”Masalahnya berat banget ya membagikannya ke orang lain.”
”Sudah ku bilang ini bukan urusan kamu, OKEY.”
 Aku mulai sedikit terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh David.
”Sory, aku nggak bermaksud kaya gitu. jika kamu nggak mau bicarain masalah kamu, aku nggak akan bahas lagi.”
Aku berjalan keluar dari dapur dan menuju ke ruang tengah dan duduk di sofa seraya menikmati kopiku. David mengikuti aku dan duduk di sebelahku. Tapi kami hanya diam tanpa berkata apapun satu sama lain.
”Ehm,,,sory ya, aku nggak maksud ngomong seperti itu, Cuma lagi ada problem nich, jadinya rada bete gini dech.”
”It’s ok.”
Kembali terjadi keheningan antara aku dan David.
”Apa cinta itu bisa salah ya?” celetukku.
”Maksudmu?" Tanya David seraya menoleh ke arahku.
”Kenapa banyak hal yang harus dipikirkan dalam menjalin cinta? Patah hati itu nyakitin banget ya?”
”Lagi sedih banget ya?”
”Mungkin,,, aku juga nggak tau, apa aku sedang sedih atau apa. Yang pasti aku nggak suka banget perasaan seperti ini.” air mataku mulai menetes dikedua pipiku.
”Nat,,,kamu koq nanggis?”
Aku menarik naik kakiku sampai lututku menutup mukaku dan menangis.
”Nat,,,,are you oke?”
Aku tidak menghiraukan David dan terus menangis. Aku menangis selama beberapa menit (ya kurasa seperti itu karena aku nggak tau pasti berapa lama aku menangis).
Saat aku menengadahkan muka aku melihat David duduk di depanku dan memperhatikan aku.
”Gimana sudah puas nanggisnya?” David tersenyum
”hiks,,,kenapa mau nertawain aku ya? Hiks,,,”
”Ya,,,nggak gitu.”
”Apa mauku obati sakit hati kamu?”
Aku hanya diam dan dengan mata yang sembab memperhatikan David.
”Bersedia jadi pacar aku, aku jamin seratus persen aku nggak bakal ngecewain kamu dan aku bakal bahagiain kamu.”
”Are you kidding?”
”No, i’m sure.”
”Really.?”
”Yes”
”I’m sorry, i’m can’t”
”Kenapa?”
”Mungkin kamu bakal ngebahagiain aku, tapi aku nggak jamin bisa melakukan hal yang sama.”
”Kenapa? Karena kamu lagi patah hati. Aku akan ngebantu kamu untuk ngilangin patah hati kamu.”
”Nggak ada hubungannya dengan patah hati , Cuma aku bukan seperti yang kamu pikirkan, aku nggak sebaik itu.”
”Maksud kamu?”
”Aku nggak layak buat kamu.”
”Kenapa?”
”Karena,,,aku ,,,,sudahlah kayanya sekarang bukan saat yang tepat untuk ngebahas ini.”
Aku berdiri dan meninggalkan David kembali menuju kamarku.
* * *
Sudah berhari-hari sejak saat itu dan luka-lukaku sudah mulai sembuh dan aku sudah kembali mulai menjalani kehidupan biasaku, pagi hari aku sebagai mahasiswa biasa dan malam hari aku menjadi seorang kupu-kupu malam. Begitu juga dengan malam ini aku kembali dengan rutinitas malamku.
Malam ini aku sedang menemani seorang pelangganku, namanya Om Damar. Om Damar seorang pengusaha berumur 50an yang masih suka bersenang-senang dengan daun muda, seperti biasa aku menemani Om Damar minum di sebuah pub langganan yang selalu di datangi Om Damar ketika waktu senggangnya. Aku melayani Om Damar dan bercanda dengan Om Damar, selayaknya seorang penghibur.
”Nat,,!” seorang lelaki memanggil namaku di tengah kebisingan lagu di Pub.
Aku melihat kearah suara itu dan yang kutemui dari arah suara itu, yaitu David. sontak aku terkejut dan tak tahu mau bicara apa. Kalau sampai David tahu pekerjaanku, mungkin dia akan memberitahukannya kepada adikku.
”Ngapain kamu disini sama om-om..?” David melirik kearah om Damar. ”Dasar om-om hidung belang hobinya menggoda daun muda.”
”Apa maksudmu, bocah ingusan?” kata om  Damar  seraya berdiri dan mulai naik darah.
Aku pun berdiri dan menahan Om  Damar  seraya berbisik ”Bentar om, biar aku aja yang urus.”
Aku menarik tangan David dan membawanya keluar dari pub.
”Kamu ngapain sich?” Kataku yang berdiri dihadapan David.
”Kamu yang ngapain dengan om-om seperti itu?”
”Kurasa itu bukan urusanmu.”
”Nat,, apa sich yang sebenarnya kamu lakukan? Apa kerjaanmu melayani om-om seperti itu?”
”Iya, itu pekerjaanku, kenapa ada masalah toh itu bukan urusanmu kan. Kamu mau tahu pekerjaanku. Pekerjaanku yaitu seorang pelacur, seorang wanita yang menemani pria-pria yang sedang kesepian. Sudah puaskan, sudah tahu kan apa kerjaanku, kuharap kamu pergi dan nggak meganggu aku lagi.”
Aku segera meninggalkan David dan masuk kembali ke Pub mendatangi Om Damar.
”Siapa orang tadi.”
”Bukan siapa-siapa koq om, nggak penting.”
Aku menghabiskan malam ini dengan om  Damar  sambil meminum beberapa gelas minuman beralkohol. Dan pulang setelah kami lelah bersenang-senang. Aku pulang dengan taksi karena aku tidak membawa kendaraan, sesampainya di depan rumah ada seorang lelaki yang duduk di teras dan berdiri saat aku datang. Lagi-lagi orang itu adalah David. aku berjalan masuk dan tidak menghiraukan keberadaan David di situ, lagian aku sudah cape dan malas berdebat dengan dia.
David menahan tangganku ”Aku mau bicara.”
”Apa lagi sich, aku cape nich mau istirahat.” melepas pegangan david dan berbalik kearahnya.
”Cape?”david tertawa kecil ”cape melayani om-om, gimana kalau kamu melayani aku aja?”
Jelas sekali tercium bau alkohol dari tubuh dan mulut David.
”Kamu kenapa sich, kamu mabuk ya? Sebaiknya kamu pulang daripada bikin keonaran disini.”
”Bikin onar? Kamu di bayar berapa sama om-om itu, apa aku juga mesti ngebayar kamu kalau aku mau pergi sama kamu?”
Aku tidak menjawab apapun, dan dengan binggung memandangi david. lalu David memojokkan aku sampai ke dinding dan mencium bibirku secara paksa. Aku mendorong David dan membuatnya terhuyung jatuh.
           ”Kamu gila ya?” aku menampar muka david, dan David hanya terdiam. Aku masuk dan meninggalkan David diluar.